“Mas Ian, baca deh isi SMS-nya!” Giri menyerahkan handphone
Nokia-nya kepada Ian.
Ian mengambil handphone barusan, lalu membacanya dengan
seksama. “Anjhoooy!”
“Kenapa?” Tanya Giri.
“Udah jadian?” Ian bertanya balik, “Kok nggak bilang-bilang
sama kita?”
“Gak apa-apa, biar pada kaget aja. Giri baru jadian kemarin
lusa kok, 16 September!”
“Yang nembak siapa?”
“Dia!”
Kemudian
ada keheningan yang cukup panjang. Sangat panjang.
***
Keesokan harinya, masih di tempat yang tidak jauh dari
peristiwa sebelumnya, datang dua anak yang juga penasaran dengan kisah cintanya
Giri kemarin, dua anak itu adalah: Erik dan Syifa.
“Kenapa lo, Ruk?” Tanya Erik yang terlihat sangat penasaran.
“Iya, kenapa lo, Gir?” Syifa nggak kalah heboh.
“Ruk? Maksud lo beruk? Ngatain gue mulu lo, Rik. Kayak paling
sempurna aja!” Giri membalasnya dengan ketus.
“Mau curhat ke gue, gak?” tawar Syifa saat itu.
“Eh, Neng Syifa.. mau, mau, mau!”
“Yaudah, mumpung ada Ian, sekarang lo cerita aja dah, apa
alasan lo happy banget hari ini?”
“Gue baru jadian!” Giri berkata mantap.
“Sama tapir?”
“Bukan!”
“Sama ubi cilembu?”
“Goblok lu, Rik! Bukan lah! sama cewek, namanya Adinda!”
“Adinda? Jadi aus..” Ian nyeletuk simpel.
“ITU ARINDA!” Giri keki abis, “Udah ah, nggak jadi cerita.
Males!”
Erik buru-buru ngelepas sandal Eiger bajakan-nya, kemudian
mencoba menakuti Giri, dengan seolah-olah ingin melempar sandal itu ke arah
muka Giri, “Buru cerita! Kalo kagak, gue takol nih pake sandal!”
“I-iya, tapi jangan diketawain, ya!”
“Iya, gak diketawain kok. HAHAHAHAHAHAHAHAHA.”
“Lah, itu lo ketawa?”
“Bercanda,” Erik nyengir, “Yaudah, buruan dah cerita!”
“Jadi begini,” Giri mulai bercerita, “Waktu itu kan Giri
ikutan OSIS, terus ada adek kelas yang baru putus..”
“Oh, terus, terus?” Syifa melongo penasaran.